MULAI KELOLA BUMDes HINGGA IKON SENTRA MAINAN

MULAI KELOLA BUMDes HINGGA IKON SENTRA MAINAN



Di Desa Panggungharjo, sebuah desa kecil di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, siapa sangka jika tempat ini menjadi desa terbaik seluruh Indonesia. Desa Panggungharjo mampu mengalahkan 72.000 desa lain di seluruh Indonesia dan berhak merebut peringkat pertama ajang lomba desa belum lama ini. Panggungharjo mendapat predikat terbaik karena berbagai kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Desa setempat banyak yang tak lazim seperti desa-desa lain di seluruh Indonesia.

Bahkan banyak kebijakan yang satu-satunya hanya ada di desa yang terletak di Jalan Parangtritis KM 2–6 ini. Gebrakan demi gebrakan tak lazim dilakukan oleh Lurah Desa terbaru mereka, Wahyudi Nugroho Hadi. Lurah yang baru menjabat dari akhir 2014 ini memang membuat visi yang berbeda dari lurah sebelumnya. Prinsip akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan benar-benar ia terapkan.

Bahkan tak tanggungtanggung, dalam gebrakan pertama reformasi birokrasi ia menggandeng kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DIY. Dua hal mendasar dia terapkan dengan menggandeng BPKP yakni reviewkinerja yaitu melalui laporan akuntabilitas kinerja dan penetapan kinerja aparat pamong desa. “Kami harus terapkan pemerintahan yang akuntabilitas dan penyelenggara pemerintahan yang bersih. Kalau yang lainnya nyingkiriBPKP, kami justru menggandengnya,” ujarnya, kemarin.

Untuk tahap pertama, pihaknya mulai merintis dari awal tahapan penyusunan Rencana Anggaran Belanja Desa (RAPBDes). Pihaknya berupaya melakukan sinkronisasi antara program yang direncanakan masyarakat dengan anggaran. Selama ini, yang terjadi adalah program dibuat oleh masyarakat tetapi anggaran yang menentukan di tataran pemerintahan.

Pihaknya berupaya terbuka berapa anggaran yang dikelola oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Panggungharjo sehingga masyarakat bisa mengetahui skala prioritas pembangunan yang akan dilakukan. Pihak Pemdes juga melakukan penetapan kinerja dengan sistem reward and punishment. Pihaknya menerapkan etos kinerja pada semua pamong desa.

Meski sistem kerja di pemdes tidak memiliki jenjang karier karena tidak ada ukuran kinerja namun hal tersebut tetap diberlakukan. “Jadi ya kalau kinerjanya 100% maka hasilnya 100%. Kalau di bawah itu, yakesejahteraan tidak sepenuhnya,” katanya. Demi urusan kinerja tersebut, pihaknya juga melakukan perubahan Sistem Organisasi Tata Kelola (SOTK) Pemdes.

Pihaknya tidak khawatir akan mendapat tentangan dari bawahannya, karena ia meyakini Undang- Undang Desa No 6/2014 memungkinkan untuk melaksanakannya. Reformasi birokrasi tersebut memang awalnya mendapat tentangan resistensi cukup kuat dari pamong-pamong desa yang lain. Pihaknya merasa diuntungkan dengan keluarnya UU Desa tersebut.

 Karena dengan adanya UU Desa tersebut, ia memiliki kekuatan untuk menekan bawahannya. “Istilahnya kami dapat Kudung Lulang Macan. Padahal di 2013, pertentangannya luar biasa,” ungkapnya. Tak hanya dari sisi birokrasi, hal yang tak lazim juga ia lakukan di sisi lain. Desa ini mungkin menjadi satu-satunya desa yang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola sampah.

BUMDes yang dia dirikan pertengahan 2013 dengan modal awal Rp37 juta ini sudah mengelola sebagian dari sampah yang ada di masyarakat. Dari 8.000 kepala keluarga (KK) atau 27.392 jiwa sudah 1.200 KK yang menjadi pelanggan sampah. Semua sampah tersebut dikelola mulai dari dipilah, didaur ulang, dan dijual. Sampah-sampah organik diubah menjadi pupuk dan sampah nonorganik diubah jadi bahan kerajinan.

Hasilnya dijual dan dimasukkan ke kas BUMDes untuk operasional serta membayar 12 karyawan, sisanya dimasukkan menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD). “Dari Rp 37 juta modal awal, kini aset yang dikelola sudah mencapai Rp360 juta. Masih banyak target yang belum tercapai, salah satunya akhir 2014 nanti setidaknya ada 6.000 KK menjadi pelanggan BUMDes kami,” katanya.

 Desa ini juga memiliki modal tradisi yang kuat dari sisi mainan anak. Karena, dari 10 dusun yang ada di desa ini, salah satunya ada yang masih mempertahankan mainanmainan tradisional. Dusun Pandes, menjadi ikon baru di Bantul karena merupakan sentra mainan tradisional di kabupaten ini.

Camat Sewon, Wintarto mengatakan, Desa Panggungharjo terdiri dari 461 rukun tetangga (RT), dan merupakan daerah pertumbuhan di mana banyak terjadi perkembangan perumahan sehingga sebagian dari jumlah penduduk sebanyak 106.929 jiwa merupakan pendatang.

“Di Kecamatan Sewon, khususnya Desa Panggungharjo, budaya masyarakat yakni kerukunan dan kegotongroyongan masih dijunjung tinggi, selain itu pemberdayaan masyarakat dalam setiap kegiatan juga cukup baik,” katanya.

Adapun Desa Panggungharjo mempunyai Kampung Dolanan Anak, selain itu batik enceng gondok, konveksi dari kain bekas serta produksi makanan khas desa yang juga menjadi andalan desa ini.


●MARTINHO NORONHA

Komentar

Postingan Populer